Pagi itu gue telat masuk sekolah, padahal udah capek-capek lari. Taunya pas sampai sekitar 20 meter dekat sekolah, malah gerbangnya udah dikunci. Bisa dibilang itu hari sial bagi gue, gimana nggak? Di halte, busnya langka bener kalaupun ada penuh semua atau juga bus khusus pekerja pabrik. Jadi nggak bakalan dibolehin naik. Gue masih inget baget jam 6:55 baru berangkat dari halte bayangin aja bel masuk jam 6:50. Lanjut ketika gue sampai di depan gerbang, sumpah bikin jengkel satpamnya sok sibuk, padahal dia liat gue ma temen-temen. Sampai sekitar 10 menit nunggu akhirnya gerbang dibuka, sebelumnya gue sempet mikir buat pulang aja kalo dibiari kaya gini. Nggak ngucap salam atau gimana tuh satpam langsung marah-marah aja.
"Kalian tahu sekarang jam berapa? Tadi kenapa nggak lari?"
Dalam batin, gue pengen baget ngomong gini, "Eh pak, walaupun gue lari juga percumah. Orang gerbangnya juga udah dikunci. Tapi akhirnya gue cuma diem aja.
"Sekarang catat nama, kelas, dan alasan kalian. Besok kalo kalian sampai telat lagi tak suruh bersihin lapangan, paham?" kata Satpam
Semuanya cuma iya-iya aja, karena yang telat hanya empat orang yaitu Gue, Khoerunisa, Kamila, dan Dani Setya jadi hukumannya nyiram tanaman terus Dani yang bersihin pot. Padahal ni ya kita baru aja sekitar 2 minggu yang lalu masuk di kelas 3 kecuali Kamila, ini pertama kalinya gue telat masuk sekolah. Setelah itu kita ambil ember ma gayung di wc, nggak lupa juga airnya. Ketika Khoerunisa lagi nyiram, tuh satpam dateng ngomel-ngomel.
"Eh itu 1 cibuk (1 gayung) jangan dikit-dikit," kata satpam
Habis dia pergi kita ketawa-tawa, bahasanya itu lo 1 cibuk. Khoerunisa niru logat, dan kata-kata satpam tadi. Mana lucu baget lagi bikin gue, Kamila nggak bisa berhenti buat cengar-cengir.
"Itu satu cibuk itu," kata Khoerunisa berulang-ulang.
Sampai jam pertama selesai alias bel pergantian jam berbunyi akhirnya kita berempat dibolehin masuk ke kelas masing-masing. Gue, Kamila, Khoerunisa, dan Dani Setya berpisah tepat di depan Lab biologi. Kebetulan hari ini jadwalnya IPS jadi gue nggak terlalu takut ma gurunya. Ketika sampai di pintu gue ketuk-ketuk, dan masuk.
"Kenapa? Telat ya?" kata guru
"Hehe iya pak,"
Sontak saja anak satu kelas langsung bersorak. Gue nggak tau apa maksudnya.
"Cie," kata anak-anak
"Apaan sih?"
"Ya udah duduk sana," kata guru
Lalu gue langsung duduk karena bangkunya emang paling depan. Temen semeja namanya Ana, langsung ngajak cerita aja kronologi kenapa sampai bisa telat. Sambil nyatet materi yang kelewatan, dikit-dikit gue ngasih penjelasan ma dia.
"Jadi gini, jam 6:55 busnya baru dateng. Ya emang sih ada bus lain yang lewat sebelumnya, tapi itu khusus pekerja pabrik,"
"Pantesan aja, gue kira lo nggak berangkat. Eh tau nggak tadi Malik N kuatir baget lo belum dateng, anak-anak laib juga tau itu, " kata Ana
"Ha? Nggak mungkin, seriusan lo?"
"Ih ngapain juga gue boong," kata Ana
Jadi sejak saat itu anak-anak sekelas kaya gitu ma gue and Malik N. Nah Malik N adalah salah satu mantan OSIS satu angkatan ma gue, terkenal juga sebagai anak yang sering baget telat, cuman dulu kita nggak terlalu akrab. Ketika ditakdirkan untuk bersama dalam satu kelas (Cieelah bahasanya), dan kebetulan juga tempat duduk kami bersebelahan. Gue ma dia jadi akrab baget. Ketika lagi asik ngobrol ma Ana, Malik N manggil nama gue.
"Han, Hania!" kata Malik N
"Apa?"
"Gue kira loe nggak berangkat," kata Malik N
"Tadinya juga gue mau gitu,"
"Kok bisa loe sampai telat gitu?" kata Malik N
"Ya bisa, orang gue berangkat jam 6:55,"
"Keren," kata Malik N
"Virus loe tuh nular ke gue,"
"Enak aja! Tadi suruh ngapain?" kata Malik N
"Nyiram taneman,"
"Oh ringan baget hukumannya yak?" kata Malik N
"Ya iyalah secara gue nggak kaya loe yang udah akut,"
"Emang penyakit?" kata Malik N
"Bisa jadi,"
"Eh tugas bahasa inggris udah loe kerjain?" kata Malik N
"Ya udah dong, gini-gini semua udah siap nggak kaya loe!"
"Gue nyontek please," kata Malik N
"Iya iya,"
Hani Aristantika
Minggu, 10 Juli 2016
Jumat, 19 Februari 2016
Bangku di Taman Kota
Bangku di Taman Kota
Hani Aristantika
Pagi itu Andi tampak terburu-buru
mengayuh sepeda onthelnya menuju sebuah taman di dekat kota. Ia lupa bahwa hari
ini ada janji ketemuan dengan seseorang sekitar 30 menit yang lalu. Kemudia ia
mempercepat laju sepeda. "semoga dia masih ada di sana," batin Andi.
Lima menit kemudian ia sampai di taman, dan langsung mencari seseorang itu di
segala penjuru namun ia tak menemukannya. Sampai suatu ketika seorang anak
kecil mendekatinya seraya berkata, "Dia sudah pergi 10 menit yang
lalu."
Sontak saja Andi terkejut bukan
main, bagaimana tidak seorang anak misterius tiba-tiba datang entah dari mana,
kemudian mengatakan sesuatu hal yang menimbulkan segudang pertanyaan.
"Maaf, kamu siapa? Dan
apa kamu mengenal dia yang kucari." kata Andi
"Aku Lena. Tentu saja
dia yang kakak maksud adalah seorang blasteran China-Indo kan?" kata Lena
"Hmm, bagaimana kau
tahu?" kata Andi
"Tadi aku melihatnya
sedang duduk sendiri, kemudian aku pun menghampirinya dan dia mengatakan
beberapa hal." kata Lena
"Lalu?" kata Andi
"Dia meninggalkan
sebuah buklet bunga mawar biru untuk kakak . Di dalamnya ada sepucuk surat coba
saja dibaca, dan pastikan namanya" kata Lena
"Bagaimana kamu tahu
kalau orang yang dia maksud adalah aku?" kata Andi
"Dia memberikanku
beberapa ciri-ciri. Dan setelah dipikir-pikir lagi hanya kakak yang memenuhi
ciri-ciri itu." kata Lena
Kemudian Andi membaca surat itu yang
berisi, "Kau terlambat?" dan menemukan inisial sang penulis yaitu
"K". Benar itu adalah dia, tidak salah lagi. Hatinya yang tadi penuh
dengan rasa khawatir, kini perlahan sirna berubah menjadi bahagia.
"Apakah lena tahu
dimana dia pergi?" kata Andi
"Dia pergi ke arah
selatan." kata Lena
"Benarkah?" kata
Andi
"Tentu, sebelum pergi
dia berpesan bahwa dia akan menunggumu di stasiun bawah tanah." kata Lena
"Baiklah kalau begitu,
Terima kasih." kata Andi
Lalu Andi pergi ke arah selatan dan
sesegera mungkin menuju stasiun, yaitu sekitar 1,5 km dari tempatnya berdiri
sekarang. Kali ini dia tak mau terlambat lagi. Ketika melewati jalan utama,
ternyata ada beberapa masalah yang membuat Andi harus berbalik arah memutar.
Tentu saja hal tersebut akan memakan waktu lama, jikalau ingin melewati jalan
pintas pun dia harus masuk ke gang-gang pemukiman. Namun mau bagaimana lagi
akhirnya Andi terpaksa memilih jalan pintas. Sepanjang perjalanan dia terus
dibayang-bayangi oleh seseorang yang dimaksudnya. Bahkan kadang Andi hampir
terjatuh, dan menabrak sesuatu karena kehilangan fokus serta konsentrasinya.
Beberapa menit kemudian, Andi telah
sampai di Stasiun bawah tanah. Ia paham betul kalau seseorang itu senang duduk
di bangku-bangku sekitar loket. Namun kali ini dia tidak melihatnya dimanapun,
pikirannya mulai melayang ke sana kemari. "Apa aku terlambat?" tanya
Andi dalam hati. Tak lama kemudian, seorang nenek yang duduk di belakang Andi
berdiri, menyuruhnya untuk duduk. Ia pun menurut, lalu nenek itu memberikan
beberapa pertanyaan.
"Nak, kamu Andi
kan?" kata nenek
"Iya, saya Andi.
Bagaimana nenek tahu?" kata Andi
"Tadi ada seseorang
yang duduk di samping nenek, dan mengatakan beberapa hal. Salah satunya akan
ada seorang pemuda yang datang, lalu duduk di sini 15 menit yang akan datang.
Nah setelah dia pergi hanya kamu yang duduk di sini." kata nenek
"Jika memang nenek
tahu siapa orang yang kumaksud, coba sebutkan ciri-cirinya." kata Andi
"Dia bertubuh tinggi,
serta berkulit putih. Kalau tidak salah huruf depannya "K" dia juga
meninggalkan syal untukmu, dan sepucuk surat." kata nenek
Dengan segera Andi membuka surat itu yang
berisi, "Lagi? Kau tidak lupakan?", kemudian ada inisial
"K" dibawahnya. Jujur saja andi tak mengerti maksud dari kata-katanya
itu. Dan lagi-lagi ia terlambat datang, padahal rasa-rasanya ia sudah sangat
maksimal hari ini.
"Oh ya, apa nenek tahu
dimana dia pergi?" kata Andi
"Dia pergi ke arah
selatan." kata Nenek
"Sungguh?" kata
Andi
"Iya, dia menunggumu
di tepi sungai dekat jembatan." kata Nenek
Setelah mendengar hal tersebut Andi
mengucapkan terima kasih, dan langsung menuju tempat seseorang itu menunggu.
Sekali lagi dia berharap semua ini akan segera berakhir dan dia dapat bertemu
dengannya. "Ah ada apa dengan hari ini, tidak seperti biasanya."
batin Andi. Seperti sebelumnya ia langsung bergegas menuju jembatan dekat
sungai. Namun kali ini ia mengayuh sepedanya dengan biasa, dan tidak terlalu
cepat. Setibanya di sana lagi-lagi Andi diberi petunjuk oleh seorang ibu, bahwa
dia menunggumu dibangku putih. Lalu pikirannya kembali melayang, "Bangku putih?
Kalau tidak salah aku pernah melihatnya. Taman kota. " batin Andi. Sebelum
pergi sang ibu memegang tangannya dan memberikan sepucuk surat yang berisi,
"Ah kamu, jangan bilang kalau kamu lupa." dan dibawahnya tertanda
"K". Tidak salah lagi itu adalah dia.
Kali ini Andi berharap serius semoga bukan petunjuk, melainkan ia bisa
bertemu dengan seseorang itu. Wajahnya terlihat lelah, namun semangatnya masih
membara. Jam menunjukkan pukul 2.30 pm, tak terasa lama juga ia kesana-kemari.
Kini perutnya mulai lapar, tapi tak ada waktu lagi. Sesampainya di sana ia
menyusuri bangku-bangku dari selatan hingga utara. Tak lama kemudian Andi
melihat seorang bertubuh tinggi, blasteran china-indo tidak salah lagi itu
pasti dia.
"Hai, Kaditha Xi
Yuan" kata Andi
"Oh hai, Andi."
kata Kaditha
"Sudah lama?"
kata Andi
"Tidak kok. Andi kamu
tidak lupa kan?" kata Kaditha
"Maksud kamu?"
kata Andi
"Hari ini? Sekarang
tanggal berapa? Bulan?" kata Kaditha
"Tanggal dua puluh
lima, bulan maret. Oh bagaimana aku bisa lupa?" kata Andi
"Happy Birthday
Andi." kata Kaditha
"Lalu apa maksud dari
buklet bunga dan syal ini?" kata Andi sambil menunjukkan buklet bunga
serta syal yang didapatnya.
"Hanya hadiah
saja." kata kaditha sambil tersenyum
"Oh ya sebenarnya kau
tak perlu memberiku semua itu." kata Andi
"Memangnya
kenapa?" kata Kaditha
"Karena sebenarnya
kamulah hadiahku yang sesungguhnya." kata Andi
Kamis, 18 Februari 2016
CERPEN ANAK ISLAMI
Sepatu
Untukku
Hani
Aristantika
Aisyah adalah
seorang gadis cilik yang duduk dibangku kelas 4 SD, di MI Tanjung daerah
Kalimantan. Ia tinggal bersama nenek, dan kedua orang tuanya. Aisyah hidup
dalam kesederhanaan yang dibarengi dengan kentalnya bekal ilmu agama islam.
Setiap harinya ia membantu ibu, dan neneknya di warung kadang-kadang juga ia
membantu bapaknya bekerja di ladang. Sekarang Aisyah telah hafal sekitar 12
juzz Al-Qur'an, dan khatam 2 kali. Walaupun begitu ia tidak sombong, malah
Aisyah kadang membantu temanya yang kesulitan membanca Al-Qur'an. Jadi tidak
heran jika Aisyah memiliki banyak teman.
Suatu hari
Aisyah beserta Syifa, Faris, dan Zahra sedang berjalan menuju sekolah, mereka
saling bercanda dan bercerita di jalan. Ketika melewati tanah berbatuan, tiba-tiba
saja Aisyah menjerit kesakitan. Ternyata sepatunya telah jebol, dan rusak parah
sehingga kerikil-kerikil tadi masuk serta diinjak oleh Aisyah. Kakinya pun
berdarah, lalu mereka memutuskan untuk berhenti sejenak.
“Astagfirullah”
kata Aisyah
“Kamu kenapa
Aisyah?” tanya Faris
“Aisyah, kakimu
berdarah.” kata Zahra
“Tidak apa-apa
kok, hanya lecet saja. Sepatuku jebol dan tidak sengaja aku menginjak kerikil.”
kata Aisyah sambil tersenyum
“Sini biar aku
obati.” kata Syifa
“Tidak perlu, ayo
kita cepat nanti terlambat.” kata Aisyah
Mereka pun
melanjutkan perjalanan ke sekolah. Aisyah tetap berjalan seperti biasa walau
harus merasakan rasa sakit. 10 menit kemudian ia, Syifa, Faris, dan Zahra
sampai di sekolah tepat waktu dimulai. Pelajaran hari ini seharusnya adalah
bahasa inggris, namun karena guru hanya datang sebulan sekali jadi kadang
diselingi matematika, ipa, dan agama. Maklumlah jarak menuju daerah Aisyah
tinggal ini cukup jauh dari kecamatan, sehingga keadaanya memprihatinka.
Walaupun begitu semangat kami tak pernah pudar untuk sekolah. Buktinya ada
sekitar 60 anak yang bersekolah di MI Tanjung. Pelajaranpun segera dimulai.
“Assalamu’alaikum
Warahmatullahi Wabarakatu.” kata Pak Sulaiman
“Wa’alaikumussalam
Warahmatullahi Wabarakatu.” kata semua murid
“Hari ini karena
Bu Rere tidak hadir, maka pelajaran bahasa
inggris diganti dengan pendidikan agama.” Kata Pak Sulaiman
“Baik, pak.” kata
semua murid
“Nah, yang akan
kita bahas adalah mengenai sebuah Hadist riwayat Baihaqi yang berbunyi, Innallaha
yuhibbu idza’amila ahadukum ‘amalan anyutqinahu.Artinya sesungguhnya Allah
menyukai jika salah satu dari kalian melakukan amalan (pekerjaan) yang
dilakukan dengan tekun (maksimal/sebaik-baiknya).” kata Pak Sulaiman
“Pak apa maksud
dari hadis tersebut?” kata Faris
“Maksudnya yaitu
hadist tadi mengajarkan kita tentang manfaat dari tekun dalam beramal atau
bekerja akan sentiasa dicintai oleh Allah Ta’ala.” kata Pak Sulaiman
“Jadi kalau kita
dicintai oleh Allah maka semua yang kita lakukan akan mendapatkan balasan?”
kata Zahra
“Tentu saja,
maka dari itu dalam melakukan segala sesuatu kita harus bersungguh-sunggur agar
kita menjadi manusia yang dicintai oleh Allah.” kata Pak Sulaiman
“Seperti Mn
Jadda Waa Jadda ya pak?” kata Aisyah
“Ya kurang lebih seperti itu. Siapa yang
bersungguh-sungguh dia akan berhasil.” Kata Pak Sulaiman
Tak terasa waktu
berlalu begitu cepat bunyi lonceng menandakan pelajaran selesai. Setelah
berdo’a dan Pak Sulaiman memberikan salam, kami pun berjalan keluar kelas bersama.
Dengan melewati jalanan terjal naik turun keadaan kaki Aisyah semakin parah,
jika samapi besok ia belum dibelikan sepatu mungkin besok ia harus berangkat
sekolah memakai sandal. Sesampainya sebelum ke rumah Asiyah mampir dahulu di warung ibunya untuk meminta
sepatu, sekaligus bantu-bantu.
“Assalamu’alaikum.”
kata Aisyah
“Wa’alaikum
salam. Sudah pulang ya? Aisyah kaki kamu kenapa?” kata Ibu
“Iya bu, tadi sepatu Aisyah jebol , dan banyak
kerikil masuk lalu aku sengaja keinjak.” kata Aisyah sambil tersenyum
“ Begitu ya,
sini biar ibu obati.” kata Ibu
“Oh ya Aisyah boleh meminta sesuatu tidak bu?’
Tanya Aisyah
“Memangnya mau
minta apa?” kata Ibu
“Minta sepatu
bu.” kata Aisyah
Sang ibu hanya
terdiam, setelah beberapa menit kemudian tetesan air mata mulai membasahi pipi
beliau. Aisyah masih belum mengerti apa yang sebenarnya terjadi, mengapa ibunya
menangis.
“Nak, sabar ya.
Ibu, dan ayah tidak punya uang sekarang jadi Aisyah tolong mengerti ya.” kata
Ibu
“Iya bu.” kata
Aisyah sambil tersenyum
Malam itu di
kamarnya Aisyah tampak sedang termenung, ia berpikir keras bagaimana dengan besok,
bagaimana dengan sepatunya?. Apakah dia
harus berangkat dengan memakai sandal? Waktu menunjukkan pukul 20.00 Aisyah terlihat mondar-mandir kesana kemari,
hingga sampai suatu ketika sebuah ide muncul didalam benaknya.Walaupun begiu
masalah belum sepenuhya selesai. Masih ada beberapa kendala yang mesti dia
hadapi untuk mewujudkan idenya tersebut.
Keesokan harinya
Aisyah terpaska berangkat memakai sandal, tentu saja hal tersebut menimbulkan
pertanyaan bagi Syifa, Zahra, dan Faris. Tetapi Aisyah hanya menanggapinya
dengan sebuah senyuman. Sesampainya di sekolah, kebetulan hari ini guru dari
dinas yaitu Bu Rere datang mengajar. Sontak saja Aisyah mendapatkan teguran.
“Aisyah, kenapa
kamu tidak mamakai sepatu?” kata Bu Rere
“Maaf bu, saya
salah karena tidak memakai sepatu.” kata Aisyah
“ Baiklah, untuk
hari ini ibu maafkan. Tetapi besok-besok lagi kalau sekolah kamu harus mamakai
sepatu.” kata Bu Rere
“Iya bu, terima
kasih.” kata Aisyah
Alhamdulillah Bu
Rere berbaik hati pada Aisyah hari ini, sehingga ia tidak dimarahi. Rencananya
pulang sekolah nanti ia akan pergi ke pasar untuk bekerja menjadi kuli, atau
apa sajalah yang penting halal, dan uangnya bisa ia kumpulkan untuk membeli sepasang sepatu. Semoga saja Allah
melancarkan niatnya tersebut, selain Aisyah ingin meringankan beban orang
tuanya, ia juga tidak ingin merepotkan.
Tidak terasa
waktu menunjukkan pukul 11.00, pelajanpun berakhir, unuk hari ini Aisyah
sengaja pulang sendiri. Jarak dari sekolah menuju pasar cukup jauh, apalagi
jika ditempuh dengan berjalan kaki. Meskipun begitu ia tampak semangat, dan
tidak ada kata putus asa didalam pancaran sinar matanya. Ketika sampai di
pasar, dengan ramah ia menawarkan tenaganya Aisyah tidak pernah mematok
upah.Walaupun begitu ada juga yang tega tidak memberinya uang sepeserpun,
tetapi Aisyah tetap bersyukur karena ada yang memberinya uang lebih.
“Permisi bu, apa
ada yang bisa saya bantu?” tanya Aisyah ramah
“Oh tentu saja,
bisa bawakan belanjaan ini ke depan parkiran?” kata Seorang Ibu
“Parkiran depan
ya, baik.” kata Aiysah sambil tersenyum
“Ayo lewat
sini.” kata Seorang Ibu
“Iya.” kata Aisyah
Aisyah pun
mengikuti ibu adi sampai ke tempat tujuan
dengan membawa belanjaan, sesampainya di parkiran ia memberikan uang
sebagai upah. Sekarang hampir seiap hari Aisyha pergi ke pasar untuk
mengumpulkan pundi-pundi rupiah untuk membeli sepasang sepatu. Setiap
pekerjaana selalu dilakukan dengan penuh semangat, dan bersungguh-sungguh.
Suatu hari
ketiga teman Aisyah mengeahui bahwa ia bekerja di pasar, lalu mereka hendak
membantu. Ia pun berusaha menolak penawaran tersebut dengan alasan ingin
bekerja, dan membeli sepatu dengan usahanya sendiri. Dengan rasa berat hati
mereka menerima keputusan yang telah Aisyah buat. Walaupun begitu teman-teman
Aisyah memiliki sebuah rencana untuk membantu tanpa sepengahuan Aisyah. Sampai
suatu ketika ia mengetahui rencana tersebut secara tidak sengaja.
“Maaf
teman-teman, bukannya aku sombong. Tetapi aku ingin membeli sepattu dengan
jerih payahku sendiri, aku tidak mau menyusahkan kalian.” kata Aisyah
“ Kami tidak
merasa direpotkan kok.” kata Faris
“Iya itu benar.” kata Syifa
“ Aku benar-benar
minta maaf, ini sudah menjadi keputusanku. Kumohon kalian bias mengerti.” kata
Aisyah
“Baiklah kalau
memang begitu.” kata Zahra
Dua minggu
kemudian, uang yang telah dikumpulkan Aisyah sudah cukup untuk membeli sepatu
walaupun hanya Rp.150.000,00. Keesokan harinya sepulang sekolah Aisyah pergi ke
pasar untuk membeli sepatu. Ketika ia sedang berjalan dari ruko satu ke ruko
yang lain, ia melihat seorang ibu yang dompetnya kecopetan. Ibu tersebut
membawa seorang anak kecil yang terus menanggis
merengek meminta sebuah boneka. Melihat kejadian tersebut Aisyah merasa
iba, akhirnya ia memberikan separuh uang yang dimilikinya kepada ibu tadi.
Dari kejauhan
teman-teman Aisyah yang melihat kejadian itu, tampak bangga atas apa yang dia
lakukan. Apalagi saa ini ia sangat membutuhkan uang namun ia tidak pelit, dan
lebih mementingkan orang lain. Lalu mereka mendekati Aisyah, dan memberikan
uang yang telah dikumpulkan bersama.
Awalnya ia terkejut, serta menolak tetapi setelah dibujuk akhirnya Aisyah mau
menerima uang tersebut.
“Aisyah aku
sangat banggga padamu.” kata Faris
“Ya sungguh baik
sekali kamu Aisyah.” kata Zahra
“Ja-jadi
kalian…” kata Aisyah
“Tentu saja, oh
ya aku sampai lupa. Aisyah kumohon terimalah ini uang dari kami semua. Kami
mengumpulkan sengaja loh.” kata Syifa seraya menyerahkan amplop putih berisi
uang
“Maaf,
teman-teman aku tak bias menerimanya.” Kata Aisyah
“Ayolah
Aisyah kumohon.” kata Zahra
“ Kali ini
saja…” kata Faris
“Hmm…Baiklah
kalau begitu.” kata Aisyah
“Jadi, sekarang
bagaimana kalau kita segera membeli sepatu?” kata Syifa
“Ayo…” kata
mereka serentak
Langganan:
Postingan (Atom)