Minggu, 10 Juli 2016

Telat

            Pagi itu gue telat masuk sekolah, padahal udah capek-capek lari. Taunya pas sampai sekitar 20 meter dekat sekolah, malah gerbangnya udah dikunci. Bisa dibilang itu hari sial bagi gue, gimana nggak? Di halte, busnya langka bener kalaupun ada penuh semua atau juga bus khusus pekerja pabrik. Jadi nggak bakalan dibolehin naik. Gue masih inget baget jam 6:55 baru berangkat dari halte bayangin aja bel masuk jam 6:50. Lanjut ketika gue sampai di depan gerbang, sumpah bikin jengkel satpamnya sok sibuk, padahal dia liat gue ma temen-temen. Sampai sekitar 10 menit nunggu akhirnya gerbang dibuka, sebelumnya gue sempet mikir buat pulang aja kalo dibiari kaya gini. Nggak ngucap salam atau gimana tuh satpam langsung marah-marah aja.
"Kalian tahu sekarang jam berapa? Tadi kenapa nggak lari?"
          Dalam batin, gue pengen baget ngomong gini, "Eh pak, walaupun gue lari juga percumah. Orang gerbangnya juga udah dikunci. Tapi akhirnya gue cuma diem aja.
"Sekarang catat nama, kelas, dan alasan kalian. Besok kalo kalian sampai telat lagi tak suruh bersihin lapangan, paham?" kata Satpam
         Semuanya cuma iya-iya aja, karena yang telat hanya empat orang yaitu Gue, Khoerunisa, Kamila, dan Dani Setya jadi hukumannya nyiram tanaman terus Dani yang bersihin pot. Padahal ni ya kita baru aja sekitar 2 minggu yang lalu masuk di kelas 3 kecuali Kamila, ini pertama kalinya gue telat masuk sekolah. Setelah itu kita ambil ember ma gayung di wc, nggak lupa juga airnya. Ketika Khoerunisa lagi nyiram, tuh satpam dateng ngomel-ngomel.
"Eh itu 1 cibuk (1 gayung) jangan dikit-dikit," kata satpam
            Habis dia pergi kita ketawa-tawa, bahasanya itu lo 1 cibuk. Khoerunisa niru logat, dan kata-kata satpam tadi. Mana lucu baget lagi bikin gue, Kamila nggak bisa berhenti buat cengar-cengir.
"Itu satu cibuk itu," kata Khoerunisa berulang-ulang.
            Sampai jam pertama selesai alias bel pergantian jam berbunyi akhirnya kita berempat dibolehin masuk ke kelas masing-masing. Gue, Kamila, Khoerunisa, dan Dani Setya berpisah tepat di depan Lab biologi. Kebetulan hari ini jadwalnya IPS jadi gue nggak terlalu takut ma gurunya. Ketika sampai di pintu gue ketuk-ketuk, dan masuk.
"Kenapa? Telat ya?" kata guru
"Hehe iya pak,"
          Sontak saja anak satu kelas langsung bersorak. Gue nggak tau apa maksudnya.
"Cie," kata anak-anak
"Apaan sih?"
"Ya udah duduk sana," kata guru
           Lalu gue langsung duduk karena bangkunya emang paling depan. Temen semeja namanya Ana, langsung ngajak cerita aja kronologi kenapa sampai bisa telat. Sambil nyatet materi yang kelewatan, dikit-dikit gue ngasih penjelasan ma dia.
"Jadi gini, jam 6:55 busnya baru dateng. Ya emang sih ada bus lain yang lewat sebelumnya, tapi itu khusus pekerja pabrik,"
"Pantesan aja, gue kira lo nggak berangkat. Eh tau nggak tadi Malik N kuatir baget lo belum dateng, anak-anak laib juga tau itu, " kata Ana
"Ha? Nggak mungkin, seriusan lo?"
"Ih ngapain juga gue boong," kata Ana
            Jadi sejak saat itu anak-anak sekelas kaya gitu ma gue and Malik N. Nah Malik N adalah salah satu mantan OSIS satu angkatan ma gue, terkenal juga sebagai anak yang sering baget telat, cuman dulu kita nggak terlalu akrab. Ketika ditakdirkan untuk bersama dalam satu kelas (Cieelah bahasanya), dan kebetulan juga tempat duduk kami bersebelahan. Gue ma dia jadi akrab baget. Ketika lagi asik ngobrol ma Ana, Malik N manggil nama gue.
"Han, Hania!" kata Malik N
"Apa?"
"Gue kira loe nggak berangkat," kata Malik N
"Tadinya juga gue mau gitu,"
"Kok bisa loe sampai telat gitu?" kata Malik N
"Ya bisa, orang gue berangkat jam 6:55,"
"Keren," kata Malik N
"Virus loe tuh nular ke gue,"
"Enak aja! Tadi suruh ngapain?" kata Malik N
"Nyiram taneman,"
"Oh ringan baget hukumannya yak?" kata Malik N
"Ya iyalah secara gue nggak kaya loe yang udah akut,"
"Emang penyakit?" kata Malik N
"Bisa jadi,"
"Eh tugas bahasa inggris udah loe kerjain?" kata Malik N
"Ya udah dong, gini-gini semua udah siap nggak kaya loe!"
"Gue nyontek please," kata Malik N
"Iya iya,"

Jumat, 19 Februari 2016

Bangku di Taman Kota



Bangku di Taman Kota
Hani Aristantika

          Pagi itu Andi tampak terburu-buru mengayuh sepeda onthelnya menuju sebuah taman di dekat kota. Ia lupa bahwa hari ini ada janji ketemuan dengan seseorang sekitar 30 menit yang lalu. Kemudia ia mempercepat laju sepeda. "semoga dia masih ada di sana," batin Andi. Lima menit kemudian ia sampai di taman, dan langsung mencari seseorang itu di segala penjuru namun ia tak menemukannya. Sampai suatu ketika seorang anak kecil mendekatinya seraya berkata, "Dia sudah pergi 10 menit yang lalu."
            Sontak saja Andi terkejut bukan main, bagaimana tidak seorang anak misterius tiba-tiba datang entah dari mana, kemudian mengatakan sesuatu hal yang menimbulkan segudang pertanyaan.
"Maaf, kamu siapa? Dan apa kamu mengenal dia yang kucari." kata Andi
"Aku Lena. Tentu saja dia yang kakak maksud adalah seorang blasteran China-Indo kan?" kata Lena
"Hmm, bagaimana kau tahu?" kata Andi
"Tadi aku melihatnya sedang duduk sendiri, kemudian aku pun menghampirinya dan dia mengatakan beberapa hal." kata Lena
"Lalu?" kata Andi
"Dia meninggalkan sebuah buklet bunga mawar biru untuk kakak . Di dalamnya ada sepucuk surat coba saja dibaca, dan pastikan namanya" kata Lena
"Bagaimana kamu tahu kalau orang yang dia maksud adalah aku?" kata Andi
"Dia memberikanku beberapa ciri-ciri. Dan setelah dipikir-pikir lagi hanya kakak yang memenuhi ciri-ciri itu." kata Lena
     Kemudian Andi membaca surat itu yang berisi, "Kau terlambat?" dan menemukan inisial sang penulis yaitu "K". Benar itu adalah dia, tidak salah lagi. Hatinya yang tadi penuh dengan rasa khawatir, kini perlahan sirna berubah menjadi bahagia.
"Apakah lena tahu dimana dia pergi?" kata Andi
"Dia pergi ke arah selatan." kata Lena
"Benarkah?" kata Andi
"Tentu, sebelum pergi dia berpesan bahwa dia akan menunggumu di stasiun bawah tanah." kata Lena
"Baiklah kalau begitu, Terima kasih." kata Andi
          Lalu Andi pergi ke arah selatan dan sesegera mungkin menuju stasiun, yaitu sekitar 1,5 km dari tempatnya berdiri sekarang. Kali ini dia tak mau terlambat lagi. Ketika melewati jalan utama, ternyata ada beberapa masalah yang membuat Andi harus berbalik arah memutar. Tentu saja hal tersebut akan memakan waktu lama, jikalau ingin melewati jalan pintas pun dia harus masuk ke gang-gang pemukiman. Namun mau bagaimana lagi akhirnya Andi terpaksa memilih jalan pintas. Sepanjang perjalanan dia terus dibayang-bayangi oleh seseorang yang dimaksudnya. Bahkan kadang Andi hampir terjatuh, dan menabrak sesuatu karena kehilangan fokus serta konsentrasinya.
           Beberapa menit kemudian, Andi telah sampai di Stasiun bawah tanah. Ia paham betul kalau seseorang itu senang duduk di bangku-bangku sekitar loket. Namun kali ini dia tidak melihatnya dimanapun, pikirannya mulai melayang ke sana kemari. "Apa aku terlambat?" tanya Andi dalam hati. Tak lama kemudian, seorang nenek yang duduk di belakang Andi berdiri, menyuruhnya untuk duduk. Ia pun menurut, lalu nenek itu memberikan beberapa pertanyaan.
"Nak, kamu Andi kan?" kata nenek
"Iya, saya Andi. Bagaimana nenek tahu?" kata Andi
"Tadi ada seseorang yang duduk di samping nenek, dan mengatakan beberapa hal. Salah satunya akan ada seorang pemuda yang datang, lalu duduk di sini 15 menit yang akan datang. Nah setelah dia pergi hanya kamu yang duduk di sini." kata nenek
"Jika memang nenek tahu siapa orang yang kumaksud, coba sebutkan ciri-cirinya." kata Andi
"Dia bertubuh tinggi, serta berkulit putih. Kalau tidak salah huruf depannya "K" dia juga meninggalkan syal untukmu, dan sepucuk surat." kata nenek
           Dengan segera Andi membuka surat itu yang berisi, "Lagi? Kau tidak lupakan?", kemudian ada inisial "K" dibawahnya. Jujur saja andi tak mengerti maksud dari kata-katanya itu. Dan lagi-lagi ia terlambat datang, padahal rasa-rasanya ia sudah sangat maksimal hari ini.
"Oh ya, apa nenek tahu dimana dia pergi?" kata Andi
"Dia pergi ke arah selatan." kata Nenek
"Sungguh?" kata Andi
"Iya, dia menunggumu di tepi sungai dekat jembatan." kata Nenek
          Setelah mendengar hal tersebut Andi mengucapkan terima kasih, dan langsung menuju tempat seseorang itu menunggu. Sekali lagi dia berharap semua ini akan segera berakhir dan dia dapat bertemu dengannya. "Ah ada apa dengan hari ini, tidak seperti biasanya." batin Andi. Seperti sebelumnya ia langsung bergegas menuju jembatan dekat sungai. Namun kali ini ia mengayuh sepedanya dengan biasa, dan tidak terlalu cepat. Setibanya di sana lagi-lagi Andi diberi petunjuk oleh seorang ibu, bahwa dia menunggumu dibangku putih. Lalu pikirannya kembali melayang, "Bangku putih? Kalau tidak salah aku pernah melihatnya. Taman kota. " batin Andi. Sebelum pergi sang ibu memegang tangannya dan memberikan sepucuk surat yang berisi, "Ah kamu, jangan bilang kalau kamu lupa." dan dibawahnya tertanda "K". Tidak salah lagi itu adalah dia.
          Kali ini Andi berharap serius semoga bukan petunjuk, melainkan ia bisa bertemu dengan seseorang itu. Wajahnya terlihat lelah, namun semangatnya masih membara. Jam menunjukkan pukul 2.30 pm, tak terasa lama juga ia kesana-kemari. Kini perutnya mulai lapar, tapi tak ada waktu lagi. Sesampainya di sana ia menyusuri bangku-bangku dari selatan hingga utara. Tak lama kemudian Andi melihat seorang bertubuh tinggi, blasteran china-indo tidak salah lagi itu pasti dia.
"Hai, Kaditha Xi Yuan" kata Andi
"Oh hai, Andi." kata Kaditha
"Sudah lama?" kata Andi
"Tidak kok. Andi kamu tidak lupa kan?" kata Kaditha
"Maksud kamu?" kata Andi
"Hari ini? Sekarang tanggal berapa? Bulan?" kata Kaditha
"Tanggal dua puluh lima, bulan maret. Oh bagaimana aku bisa lupa?" kata Andi
"Happy Birthday Andi." kata Kaditha
"Lalu apa maksud dari buklet bunga dan syal ini?" kata Andi sambil menunjukkan buklet bunga serta syal yang didapatnya.
"Hanya hadiah saja." kata kaditha sambil tersenyum
"Oh ya sebenarnya kau tak perlu memberiku semua itu." kata Andi
"Memangnya kenapa?" kata Kaditha
"Karena sebenarnya kamulah hadiahku yang sesungguhnya." kata Andi

Kamis, 18 Februari 2016

CERPEN ANAK ISLAMI



Sepatu Untukku
Hani Aristantika


Aisyah adalah seorang gadis cilik yang duduk dibangku kelas 4 SD, di MI Tanjung daerah Kalimantan. Ia tinggal bersama nenek, dan kedua orang tuanya. Aisyah hidup dalam kesederhanaan yang dibarengi dengan kentalnya bekal ilmu agama islam. Setiap harinya ia membantu ibu, dan neneknya di warung kadang-kadang juga ia membantu bapaknya bekerja di ladang. Sekarang Aisyah telah hafal sekitar 12 juzz Al-Qur'an, dan khatam 2 kali. Walaupun begitu ia tidak sombong, malah Aisyah kadang membantu temanya yang kesulitan membanca Al-Qur'an. Jadi tidak heran jika Aisyah memiliki banyak teman.

Suatu hari Aisyah beserta Syifa, Faris, dan Zahra sedang berjalan menuju sekolah, mereka saling bercanda dan bercerita di jalan. Ketika melewati tanah berbatuan, tiba-tiba saja Aisyah menjerit kesakitan. Ternyata sepatunya telah jebol, dan rusak parah sehingga kerikil-kerikil tadi masuk serta diinjak oleh Aisyah. Kakinya pun berdarah, lalu mereka memutuskan untuk berhenti sejenak.

“Astagfirullah” kata Aisyah

“Kamu kenapa Aisyah?” tanya Faris

“Aisyah, kakimu berdarah.” kata Zahra

“Tidak apa-apa kok, hanya lecet saja. Sepatuku jebol dan tidak sengaja aku menginjak kerikil.” kata Aisyah sambil tersenyum

“Sini biar aku obati.” kata Syifa

“Tidak perlu, ayo kita cepat nanti terlambat.” kata Aisyah

Mereka pun melanjutkan perjalanan ke sekolah. Aisyah tetap berjalan seperti biasa walau harus merasakan rasa sakit. 10 menit kemudian ia, Syifa, Faris, dan Zahra sampai di sekolah tepat waktu dimulai. Pelajaran hari ini seharusnya adalah bahasa inggris, namun karena guru hanya datang sebulan sekali jadi kadang diselingi matematika, ipa, dan agama. Maklumlah jarak menuju daerah Aisyah tinggal ini cukup jauh dari kecamatan, sehingga keadaanya memprihatinka. Walaupun begitu semangat kami tak pernah pudar untuk sekolah. Buktinya ada sekitar 60 anak yang bersekolah di MI Tanjung. Pelajaranpun segera dimulai.

“Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatu.” kata Pak Sulaiman

“Wa’alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatu.” kata semua murid

“Hari ini karena Bu Rere tidak hadir, maka pelajaran bahasa  inggris diganti dengan pendidikan agama.” Kata Pak Sulaiman

“Baik, pak.” kata semua murid

“Nah, yang akan kita bahas adalah mengenai sebuah Hadist riwayat Baihaqi yang berbunyi,  Innallaha yuhibbu idza’amila ahadukum ‘amalan anyutqinahu.Artinya sesungguhnya Allah menyukai jika salah satu dari kalian melakukan amalan (pekerjaan) yang dilakukan dengan tekun (maksimal/sebaik-baiknya).” kata Pak Sulaiman

“Pak apa maksud dari hadis tersebut?” kata Faris

“Maksudnya yaitu hadist tadi mengajarkan kita tentang manfaat dari tekun dalam beramal atau bekerja akan sentiasa dicintai oleh Allah Ta’ala.” kata Pak Sulaiman

“Jadi kalau kita dicintai oleh Allah maka semua yang kita lakukan akan mendapatkan balasan?” kata Zahra

“Tentu saja, maka dari itu dalam melakukan segala sesuatu kita harus bersungguh-sunggur agar kita menjadi manusia yang dicintai oleh Allah.” kata Pak Sulaiman

“Seperti Mn Jadda Waa Jadda ya pak?” kata Aisyah

“Ya kurang  lebih seperti itu. Siapa yang bersungguh-sungguh dia akan berhasil.” Kata Pak Sulaiman

Tak terasa waktu berlalu begitu cepat bunyi lonceng menandakan pelajaran selesai. Setelah berdo’a dan Pak Sulaiman memberikan salam, kami pun berjalan keluar kelas bersama. Dengan melewati jalanan terjal naik turun keadaan kaki Aisyah semakin parah, jika samapi besok ia belum dibelikan sepatu mungkin besok ia harus berangkat sekolah memakai sandal. Sesampainya sebelum ke rumah Asiyah  mampir dahulu di warung ibunya untuk meminta sepatu, sekaligus bantu-bantu.

“Assalamu’alaikum.” kata Aisyah

“Wa’alaikum salam. Sudah pulang ya? Aisyah kaki kamu kenapa?” kata Ibu

 “Iya bu, tadi sepatu Aisyah jebol , dan banyak kerikil masuk lalu aku sengaja keinjak.” kata Aisyah sambil tersenyum

“ Begitu ya, sini biar ibu obati.” kata Ibu

 “Oh ya Aisyah boleh meminta sesuatu tidak bu?’ Tanya Aisyah

“Memangnya mau minta apa?” kata Ibu

“Minta sepatu bu.” kata Aisyah


Sang ibu hanya terdiam, setelah beberapa menit kemudian tetesan air mata mulai membasahi pipi beliau. Aisyah masih belum mengerti apa yang sebenarnya terjadi, mengapa ibunya menangis.

“Nak, sabar ya. Ibu, dan ayah tidak punya uang sekarang jadi Aisyah tolong mengerti ya.” kata Ibu

“Iya bu.” kata Aisyah sambil tersenyum

Malam itu di kamarnya Aisyah tampak sedang termenung, ia berpikir keras bagaimana dengan besok, bagaimana dengan sepatunya?.  Apakah dia harus berangkat dengan memakai sandal? Waktu menunjukkan pukul 20.00  Aisyah terlihat mondar-mandir kesana kemari, hingga sampai suatu ketika sebuah ide muncul didalam benaknya.Walaupun begiu masalah belum sepenuhya selesai. Masih ada beberapa kendala yang mesti dia hadapi untuk mewujudkan idenya tersebut.

Keesokan harinya Aisyah terpaska berangkat memakai sandal, tentu saja hal tersebut menimbulkan pertanyaan bagi Syifa, Zahra, dan Faris. Tetapi Aisyah hanya menanggapinya dengan sebuah senyuman. Sesampainya di sekolah, kebetulan hari ini guru dari dinas yaitu Bu Rere datang mengajar. Sontak saja Aisyah mendapatkan teguran.

“Aisyah, kenapa kamu tidak mamakai sepatu?” kata Bu Rere

“Maaf bu, saya salah karena tidak memakai sepatu.” kata Aisyah

“ Baiklah, untuk hari ini ibu maafkan. Tetapi besok-besok lagi kalau sekolah kamu harus mamakai sepatu.” kata Bu Rere

“Iya bu, terima kasih.” kata Aisyah

Alhamdulillah Bu Rere berbaik hati pada Aisyah hari ini, sehingga ia tidak dimarahi. Rencananya pulang sekolah nanti ia akan pergi ke pasar untuk bekerja menjadi kuli, atau apa sajalah yang penting halal, dan uangnya bisa ia kumpulkan untuk  membeli sepasang sepatu. Semoga saja Allah melancarkan niatnya tersebut, selain Aisyah ingin meringankan beban orang tuanya, ia juga tidak ingin merepotkan.

Tidak terasa waktu menunjukkan pukul 11.00, pelajanpun berakhir, unuk hari ini Aisyah sengaja pulang sendiri. Jarak dari sekolah menuju pasar cukup jauh, apalagi jika ditempuh dengan berjalan kaki. Meskipun begitu ia tampak semangat, dan tidak ada kata putus asa didalam pancaran sinar matanya. Ketika sampai di pasar, dengan ramah ia menawarkan tenaganya Aisyah tidak pernah mematok upah.Walaupun begitu ada juga yang tega tidak memberinya uang sepeserpun, tetapi Aisyah tetap bersyukur karena ada yang memberinya uang lebih. 




“Permisi bu, apa ada yang bisa saya bantu?” tanya Aisyah ramah

“Oh tentu saja, bisa bawakan belanjaan ini ke depan parkiran?” kata Seorang Ibu

“Parkiran depan ya, baik.” kata Aiysah sambil tersenyum

“Ayo lewat sini.” kata Seorang Ibu

 “Iya.” kata Aisyah


Aisyah pun mengikuti ibu adi sampai ke tempat tujuan  dengan membawa belanjaan, sesampainya di parkiran ia memberikan uang sebagai upah. Sekarang hampir seiap hari Aisyha pergi ke pasar untuk mengumpulkan pundi-pundi rupiah untuk membeli sepasang sepatu. Setiap pekerjaana selalu dilakukan dengan penuh semangat, dan bersungguh-sungguh.

Suatu hari ketiga teman Aisyah mengeahui bahwa ia bekerja di pasar, lalu mereka hendak membantu. Ia pun berusaha menolak penawaran tersebut dengan alasan ingin bekerja, dan membeli sepatu dengan usahanya sendiri. Dengan rasa berat hati mereka menerima keputusan yang telah Aisyah buat. Walaupun begitu teman-teman Aisyah memiliki sebuah rencana untuk membantu tanpa sepengahuan Aisyah. Sampai suatu ketika ia mengetahui rencana tersebut secara tidak sengaja.

“Maaf teman-teman, bukannya aku sombong. Tetapi aku ingin membeli sepattu dengan jerih payahku sendiri, aku tidak mau menyusahkan kalian.” kata Aisyah

“ Kami tidak merasa direpotkan kok.” kata Faris

 “Iya itu benar.” kata Syifa

“ Aku benar-benar minta maaf, ini sudah menjadi keputusanku. Kumohon kalian bias mengerti.” kata Aisyah

“Baiklah kalau memang begitu.” kata Zahra

Dua minggu kemudian, uang yang telah dikumpulkan Aisyah sudah cukup untuk membeli sepatu walaupun hanya Rp.150.000,00. Keesokan harinya sepulang sekolah Aisyah pergi ke pasar untuk membeli sepatu. Ketika ia sedang berjalan dari ruko satu ke ruko yang lain, ia melihat seorang ibu yang dompetnya kecopetan. Ibu tersebut membawa seorang anak kecil yang terus menanggis  merengek meminta sebuah boneka. Melihat kejadian tersebut Aisyah merasa iba, akhirnya ia memberikan separuh uang yang dimilikinya kepada ibu tadi.




Dari kejauhan teman-teman Aisyah yang melihat kejadian itu, tampak bangga atas apa yang dia lakukan. Apalagi saa ini ia sangat membutuhkan uang namun ia tidak pelit, dan lebih mementingkan orang lain. Lalu mereka mendekati Aisyah, dan memberikan uang yang telah  dikumpulkan bersama. Awalnya ia terkejut, serta menolak tetapi setelah dibujuk akhirnya Aisyah mau menerima uang tersebut.

“Aisyah aku sangat banggga padamu.” kata Faris

“Ya sungguh baik sekali kamu Aisyah.” kata Zahra

“Ja-jadi kalian…” kata Aisyah

“Tentu saja, oh ya aku sampai lupa. Aisyah kumohon terimalah ini uang dari kami semua. Kami mengumpulkan sengaja loh.” kata Syifa seraya menyerahkan amplop putih berisi uang

“Maaf, teman-teman aku tak bias menerimanya.” Kata Aisyah

“Ayolah Aisyah  kumohon.” kata Zahra

“ Kali ini saja…” kata Faris

“Hmm…Baiklah kalau begitu.” kata Aisyah

“Jadi, sekarang bagaimana kalau kita segera membeli sepatu?” kata Syifa

“Ayo…” kata mereka serentak